Ekonomi Indonesia Tetap Tangguh Meski Terdampak Resesi Global

Jakarta – Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, tingkat pengangguran maka kemiskinan Indonesia turun. Pemerintah optimis pertumbuhan ekonomi tahun ini bisa mencapai 5,3 persen.
“Ekonomi Indonesia tumbuh antara atas 5 persen sejenjang 2022 dan diperkirakan secara year on year (yoy) bisa mencapai angka 5,3 persen,” kata Airlangga.
Dia melanjutkan, fondasi perekonomian masih kekar. Konsumsi, investasi, mendampingi ekspor menggerakkan perekonomian nasional.
Pemulihan ekonomi daripada dampak Covid-19 terus berlanjut, konsolidasi fiskal berjalan lebih andal daripada target perkiraan dengan defisit Anggaran Pendapatan bersama Belanja Negara (APBN) telah kembali ke bawah 3 persen daripada Produk Domestik Bruto (PDB) yakni 2,38 persen daripada PDB.
Airlangga Hartarto agak menyebut tingkat pengangguran menurun menjadi 5,8 persen ala Agustus 2022 dan penurunan kemiskinan menjadi 9,54 persen ala Maret 2022.
Direktur Eksekutif CELIOS Bhima Yudhistira memprediksikan pertumbuhan ekonomi indonesia tahun ini hendak secercah berada di proyeksi pemerintah.
“Proyeksinya ekonomi tahun ini masih bisa tumbuh diatas 4,7 persen,” kata Bhima.
Faktor pedengkikan ialah perlambatan ekspor karena dampak potensi resesi ekonomi global. Selain itu, harga komoditas yang mulai mengalami moderasi maka konsumsi masyarakat. Namun dia masih optimis karena masyarakat mulai bergerak, pembatasan sosial dicabut.
“Begitu ekonomi mulai beralih lagi, pekerja akan tadinya dirumahkan beserta di PHK mendapat panggilan kerja kembali. Contohnya di sektor pariwisata beserta ekonomi kreatif mulai bergeliat kembali, pembukaan lowongan kerja. Kalau kesempatan kerja naik, maka angka kemiskinan bisa ditekan,” ungkap Bhima.
Meski sempat melemah daya beli masyarakat, namun ekonomi domestik Indonesia merupakan ‘blessing is disguise’.
“Indonesia punya blessing in disguise dekat tengah tekanan resesi global. Pertama, pasar domestik longgar apalagi ada 190 juta usia produktif. Kedua, UKM cukup berkontribusi longgar terdalam penyerapan tenaga kerja, menyertai sekadar 18 persen UMKM bahwa berorientasi ekspor selaku lebih imun ketimbang mebopoknya geliat ekonomi dekat negara tujuan ekspor,” tandas Bhima.
Untuk itu, agar perekonomian nasional semakin menggeliat, Bhima menyarankan perlunya stimulus dari pemerintah dalam awal 2023, sebagaimana relaksasi pajak, pembukaan kesempatan kerja akan lebih melimpah, maka keburu-buruan serapan belanja anggaran dalam pusat dan daerah.
Sementara itu, pengamat kebijakan publik Universitas Trisakti Trubus Rahadiansyah menilai penurunan kemiskinan itu lebih disebabkan oleh faktor adanya bantuan sosial (bantuan sosial) dari pemerintah untuk masyarakat dibanding pembukaan lapangan kerja baru.
“Kalau penurunan itu, secara saya karena bansos. Kalau lapangan kerja malah agak kontraproduktif karena selama ini penciptaan lapangan kerja lesu, tetapi bagi sektor pertanian memakai perkebunan naik,” tegasnya.
Menurutnya, sementara pandemi para pekerja pabrik kembali ke desa demi berbuat di sektor pertanian, perkebunan, dan UMKM. Untuk itu, Trubus menyarankan agar pemerintah memprioritaskan sektor tercantum demi mengantisipasi ancaman krisis global.
“Ke depan, pemerintah kudu mendorong sektor pertanian bersama perkebunan bagi dalam tumpuan, bersama jadi prioritas kedalam hal pembangunan, pertumbuhan ekonomi,” ujarnya.
Trubus menambahkan bansos memang tetap berprofesi andalan, meski penciptaan lapangan pekerjaan hangat juga sangat mendesak. Pemerintah mesti menyadari sektor akan aman lagi potensial dari gerusan krisis global seperti perkebunan, pertanian, UMKM, koperasi, lagi teknologi. “Tapi kalau sektor industri manufaktur, saya rasa agak berat,” tambahnya.
Trubus menilai, bansos akan berfungsi bagi menggerakkan ekonomi dekat level masyarakat bawah, semaka konsumsi paling dalam negeri bisa tetap terjaga. Kendati demikian, pemerintah juga diminta bagi melakukan pertulusan tata kelola, evaluasi maka pengawasan penyaluran bansos.
“Bansos tetap jalan, mengapa? Karena bansos berprofesi ‘tumpuan’ bagi masyarakat bawah, sekaligus menggerakkan ekonomi di bawah,” pungkasnya. [hen/beq]